Gereja di Jerman baik Protestan maupun Katolik ditinggalkan jemaatnya. Jumlahnya mencapai rekor tertinggi dibandingkan masa-masa sebelumnya. Gereja Katolik menyatakan tahun lalu, lebih dari setengah juta orang memutuskan meninggalkan gereja. 

Menurut German Bishops’ Conference yang berbasis di Bonn, sebanyak 522.821 orang meninggalkan gereja pada 2022. Jumlah ini melampaui perkiraan lembaga ini sendiri dan lebih tinggi dari proyeksi yang disampaikan para peneliti. 

Pada 2021, mereka yang memutuskan meninggalkan gereja Katolik hanya di bawah 360 ribu orang. Thomas Schuller, pengacara yang paham mengenai sistem hukum Katolik (canon lawyer), mengatakan gereja mesti berjuang untuk memulihkan kondisi. 

‘’Gereja Katolik saat ini menghadapi kondisi sekarat, dalam pandangan publik,’’ katanya kepada media Jerman seperti dilansir laman berita Reuters, akhir Juni 2023 lalu. Menurut data 2022, gereja Katolik mempunyai 21 juta jemaat. Sekitar 24,8 persen dari total populasi. 

Cepatnya orang yang memutuskan untuk  tak lagi ke gereja dipicu serangkaian skandal terkait tindakan penyimpangan terhadap anak dan tudingan upaya luas untuk menutup-nutupi skandal tersebut. 

Tahun lalu, terjadi kasus hukum mengenai pembayaran kompensasi untuk korban penyimpangan tersebut di Cologne dan Traunstein. Selain itu muncul tudingan kardinal di Cologne, Rainer Maria Woelki, berbohong bahwa sebenarnya dirinya tahu kasus ini dan kapan kasus tersebut terjadi. 

Woelki, yang menjadi fokus penyelidikan polisi atas properti terkait gereja, termasuk kediamannya sendiri, menolak tudingan dirinya menutupi skandal yang terjadi. Gereja Protestan yang menghadapi skandal serupa juga kehilangan anggotanya dalam jumlah besar. 

Ada sebanyak 380 ribu orang……

Pada 2022, ada sebanyak 380 ribu orang meninggalkan gereja. Berdasarkan data tahun lalu, gereja Protestan di Jerman memiliki 19,5 juta jemaat. 

Schuller menuturkan, ada sejumlah alasan orang meninggalkan gereja Katolik. Ia menambahkan, kasus di Cologne menjadi salah satu pendorong kuat. Berkurangnya jemaat juga membuat gereja kehilangan pendapatan, yang bisa mencapai miliaran dolar AS. 

Semua warga Jerman yang menyatakan memiliki afiliasi dengan gereja Katolik, Protestan, maupun denominasi Yahudi secara resmi terdaftar di otoritas lokal. Mereka membayar Kirchensteuer or Kultursteuer (pajak gereja atau pajak kultural).

Besarnya 8 dan 9 persen dari pajak pendapatan seseorang dan berasal dari pendapatan bulanan mereka. Kebijakan pajak ini pertama kali diperkenalkan di hukum Jerman pada 1919. Dikuatkan kembali di Reichskoncordat antara Nazi Jerman dan Vatikan pada 1933. 

Kemudian diafirmasi kembali di Jerman pada 1949. Negara tetangga Jerman, yaitu Austria memperkenal kebijakan serupa pada 1939 setelah aneksasi Austria oleh Nazi setahun sebelumnya. Lalu dipertahankan sejak itu, disebut sebagai upaya gereja bebas dari pengaruh politik. 

Warga Jerman yang ingin meninggalkan gerejanya secara resmi menyampaikannya. Proses yang dikenal dengan istilah  Kirchenaustritt atau penarikan diri dari gereja. Mereka secara aktif mendatangi kantor register lokal dan membayar biaya administrasi sebesar 30 euro.